DIDADAMEDIA, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kecewa terhadap hasil evaluasi program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah tahun 2015-2019, di mana dari 189 RUU, hanya 35 RUU yang disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR.
"Itu namanya nafsu besar tenaga kurang. Tingkat penyelesaiannya sangat rendah sekali," ujar Yasonna di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Yasonna merincikan pada tahun 2015 disepakati 40 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas, terdiri dari 27 RUU usulan DPR, 12 RUU usulan pemerintah dan satu RUU usulan DPD. Namun, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya tiga RUU.
Pada 2016, disepakati 50 RUU masuk dalam prolegnas prioritas, terdiri 25 RUU usulan DPR, 13 RUU usulan pemerintah, dua RUU usulan DPD, serta 10 RUU tambahan. Tetapi yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya 10 RUU.
Selanjutnya pada 2017, dari 52 RUU yang masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 34 RUU usulan DPR, 15 RUU usulan pemerintah, dan 3 RUU usulan DPD, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya lima RUU.
Pada 2018, sebanyak 50 RUU masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 31 RUU usulan DPR, 18 RUU usulan pemerintah, dan tiga RUU usulan DPD, hanya lima RUU yang disahkan menjadi Undang-Undang.
Kemudian pada 2019, dari 55 RUU yang masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 35 RUU usulan DPR, 16 RUU usulan pemerintah, dan empat RUU usulan DPD, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya 12 RUU.
Yasonna mengatakan rendahnya capaian tersebut menunjukkan bahwa beberapa usulan RUU dalam prolegnas tidak didasarkan pada konsepsi yang baik dalam menggambarkan kebutuhan penyelenggaraan negara.
Selain itu, dia juga menilai bahwa dalam penyusunan RUU, sejumlah Lembaga maupun Kementerian masih dipengaruhi oleh kepentingan ego sektoral.
Dia pun meminta kepada Lembaga maupun Kementerian untuk tidak mengedepankan ego sektoral dalam menyusun rancangan Undang-Undang.
"Kita tidak sedang membuat Undang-Undang Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, atau Kementerian Hukum dan HAM, kita membuat Undang-Undang untuk Republik Indonesia. Jadi tinggalkan ego sektoral kita. Kita melihat Indonesia secara utuh," kata Yasonna.