DIDADAMEDIA, Bandung - Menapaki 209 tahun, Kota Bandung terus menggaung sebagai salah satu kota yang menjadi incaran para wisatawan untuk singgah. Meski tidak memiliki sumber daya alam, namun Bandung memiliki begitu banyak potensi kuliner, fashion sampai seni dan budaya.
Bicara seni budaya, siapa yang tidak tahu kalau Kota Bandung merupakan salah satu gudangnya kesenian dan budaya. Untuk lebih mengenalkan seni budaya kota kembang, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Budaya Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung tidak pernah berhenti menggulirkan beragam program-program ke masyarakat diantaranya Barata 'Bandung Karasa Nyata'. Program yang sudah berjalan selama satu tahun ini disambut baik berbagai pihak dan menjadi salah satu program unggulan Kota Bandung.
Barata atau Bandung Karasa Nyata merupakan program Disbudpar Kota Bandung berupa seni budaya yang didalamnya menonjolkan suasana khas Kota Bandung ditengah derasnya arus moderinisasi sekarang ini. "Ada istilah ikuti zamanmu jangan tinggalkan budayamu' karena zaman terus berkembang dan kekinian, bahkan gadget maupun tarian modern kita ikuti tapi tetap ciri khas kita harus dapat bersinergi dan terus muncul sebagai jatidiri kita," ungkap Disbudpar Kota Bandung yang diwakili oleh Kabid Produk Seni dan Budaya, Sigit Iskandar.
BACA JUGA :
Keberadaan Barata hanya sekelumit kecil di sudut-sudut Kota Bandung, namun diharapkan dapat mengukuhkan suasana jika 'anda' sedang berada di Kota Bandung. Untuk itu ada lima aspek yang ditekankan Disbudpar pada program Barata agar terasa oleh siapapun yang hadir di Kota Bandung. Aspek tersebut lebih menekankan pada perasaan inderawi yakni 'Pendengaran anda akan terasa berada di Parahyangan, Pandangan anda terasa berada di Kota Design, Penciuman anda terasa berada di Kota Kembang, Rasa anda terasa berada di Kota Kuliner, dan Suasana anda terasa berada di Paris Van Java.
"Kota Bandung sendiri memiliki program Barata sebagai upaya mengembangkan, mendukung, serta memberdayakan para pelaku seni dengan tujuan untuk pelestarian seni budaya dan peningkatan kunjungan wisatawan ke Kota Bandung," jelas Sigit.
Barata merupakan program andalan tahun 2018 dan 2019 dalam produk seni dan budaya. Ada beberapa masalah yang melatarbelakangi hadirnya Barata yang digagas April 2018 silam tersebut. Pertama, seniman kurang berdaya. Dari 650 lingkung seni yang ada di Kota Bandung, hanya 20 persen yang diperdayakan. Diakuinya, banyak keluhan yang datang sehingga Disbudpar merasa terpanggil untuk menghidupkan kembalu seni dan budaya agar terasa oleh semua lapisan masyarakat.
"Kedua, seni dan budaya Bandung kurang terasa oleh orang Bandung apalagi luar Kota Bndung. Yang ketiga, seni budaya tidak berdampak pada dunia usaha," ujar Sigit.
Masalah lainnya, lanjut Sigit, Perda No. 5 Tahun 2012 tentang seni budaya tradisional dan kesenian kurang berjalan sehingga seni dan budaya terus terdegradasi. Bahkan, anak-anak kurang mengenal seni dan budaya Kota Bandung. Setelah permasalahan tersebut dipetakan, Selanjutnya, pihaknya berdiskusi dan berkomunikasi dengan seniman, pemuda, akademisi dan stakeholder lainnya. Mereka pun sepakat terkait permasalahan tersebut dan mencari solusinya. "Akhirnya kita luncurkan Barata," kata Sigit.
Dengan harapan tak sekedar program diatas kertas, Barata harus diimplementasikan dalan kegiatan yang terstruktur, konsisten dan masif. "Tidak harus besar, tapi terasa," ungkapnya.
Dalam perjalanannya, Disbudpar melakukan dua hal untuk mewujudkan Barata ini, yakni edukasi dan berupa tampilan. Sigit mengatakan, pihaknya berkeliling ke sekokah-sekolah dan menyosialisasikan soal program tersebut di ruang publik melalui penampilan tari. "Tampilan-tampilan seni dan budaya kini sudah ada di bandara, hotel, dan mal-mal. Saya sangat berterima kasih karena telah memberikan kesempatan tampil di hotel-hotel sehingga dikenal wisatawan," ungkapnya.
Kegiatan masif pun dilakukan dan bahkan tercatat dalam rekor muri. Yakni penampilan 7000 orang menari jaipongan dan di Car Free dat Dago dan 1500 lengser ambu. "Saat ini seni dan budaya pun terus ditampilkan di car free day Dago dan Buah Batu. Pihak Disbudpar juga telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) untuk memberikan sentuhan khas Bandung dalam angkutan publik seperti Trans Metro Bandung (TMB) dan taksi. Misalnya dengan memasang aksen atau hiasan berupa miniatur alat musik khas Bandung dan lainnya," ungkap Sigit.
Yang pasti target dari program Barata adalah melestatikan seni dan budaya serta menjadikan daya tarik sehingga berimbas pada peningkatkan kunjungan wisatawan. Bahkan, sejak diluncurkan, program Barata sudah berhasil memberdayakan 80 peraeb lingkung seni yang ada di Kota Bandung dari awalnya hanya 20 persen. Kedepannya, diharapkan, seniman dan lingkung seni di Kota Bandung terus mempromosikan diri dan tampil menarik sehingga bisa menaruk wisatawan untuk datang ke Kota Bandung.
Untuk mewujudkan program Barata, harus ada kegiatan terstruktur, masif, dan konsisten. "Tidak harus besar tapi terasa, cukup tampil di hotel, restoran, mall, taman, bandara, dan car free day," ujarnya.
Selain itu, untuk membangkitkan, seni budaya, Sigit pun sempat berkeliling ke sekolah-sekolah memberikan edukasi, sosialisasi di ruang publik dengan menampilkan tarian. Program Barata ini mendapat apresiasi dari Kemenko PMK dan diharapkan menjadi role model dan bisa diterapkan di kota-kota lain di Indonesia. "Alhamdulillah role model barata di apresiasi oleh kementrian PMK dan bahkan oleh kota lain di adopsi," tandas Sigit. (ADV)