DIDADAMEDIA, Bandung - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan tidak mau mengintervensi terkait penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2020 yang berpolemik.
"Saya tak mau intervensi daerah, sebelum mereka final. Karena mereka memiliki mekanisme sendiri," katanya, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Tito menjelaskan proses penyusunan RAPBD dilakukan secara bertahap, dan akan dicermati lagi oleh Bagian Perencanaan, kemudian dilakukan cross checking oleh Inspektorat.
BACA JUGA :
Setelah itu, kata dia, draf RAPBD masuk ke DPRD untuk dibahas, dan jika sudah disetujui maka akan diajukan kepada Kemendagri. "Baru kita miliki kewenangan melihat, menyentuh sasaran atau tidak, rasional atau tidak," tutur mantan Kapolri itu.
Ketika proses pembahasan masih berada di tingkat provinsi, lanjut dia, Kemendagri tidak bisa dan tidak ingin melakukan intervensi.
"Paling hanya mengingatkan saja, tentang prinsip penggunaan anggaran itu. Selain belanja pegawai yang sudah pasti rutin, belanja barang operasional, utamakan juga belanja modal yang tepat untuk kepentingan rakyat, itu paling penting," ujarnya.
Tito menyebutkan laporan yang masuk banyak sekali daerah yang keterserapan anggarannya baru 60 persen, padahal tinggal dua bulan lagi memasuki penghujung tahun ini.
"Makanya, (anggaran) agar betul-betul dirasakan masyarakat. Jangan belanja modal, beli barang tetapi enggak dipakai. Jadi, harus tepat dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat," katanya.
Tito mengingatkan kepala daerah, DPRD harus betul-betul memelototi anggaran karena nanti juga akan sampai perencanannya ke pemerintah pusat, melalui Kemendagri.
Apalagi, kata dia, Kemendagri bekerja sama dengan KPK, BPK, dan BPKP yang juga akan mencermati perencanaan anggaran daerah, terutama memastikan belanja modal itu langsung dirasakan masyarakat.
"Jadi, saya enggak spesifik ingin menjawab masalah DKI. Jangan bawa-bawa saya ke isu yang masih di tingkat daerah," ucap Tito.
Proses penyusunan RAPBD DKI 2020 saat ini tengah menjadi polemik karena adanya temuan sejumlah usulan yang tidak relevan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS).
Beberapa di antaranya menjadi sorotan, seperti pengadaan lem aibon senilai Rp82,8 miliar, kemudian juga alat tulis kantor berupa pulpen senilai Rp123,8 miliar.