Komunikonten: Prabowo Masuk Kabinet Riuh Medsos Berkurang

komunikonten-prabwo-masuk-kabinet-riuh-medsos-berkurang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo mengang. (antara)

DIDADAMEDIA, Jakarta - Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria, mengatakan pemberitaan soal Prabowo Subianto masuk kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin membuat riuh di media sosial berkurang.

"Tren penurunan sebenarnya dimulai sejak pertemuan Prabowo dan Jokowi di MRT pada 13 Juli 2019," kata Hariqo kepada wartawan di Jakarta, Sealsa.

Dia mengatakan tren riuh itu juga semakin menurun ketika gerakan mahasiswa dan pelajar turun ke jalan pada 23-30 September 2019. Tren juga menurun ketika Prabowo kembali bertemu Jokowi pada 11 Oktober 2019, dilanjutkan dengan pertemuan pemimpin Partai Gerindra itu dengan para pemimpin partai politik pendukung Jokowi saat Pemilu 2019.

Situasi, kata dia, semakin kondusif dengan kehadiran Prabowo dan Sandiaga Uno saat pelantikan Jokowi-Maruf pada 20 Oktober 2019. Penurunan signifikan terjadi pada 14-21 Oktober dipicu kabar Prabowo Subianto dan Edhy Prabowo akan jadi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf.

Kendati demikian, Hariqo mengatakan di medsos juga muncul tagar #MatikanTVSeharian yang merupakan bukan bentuk ketidaksukaan terhadap seseorang, melainkan terhadap ketidakkonsitenan perkataan Jokowi maupun Prabowo selama masa kampanye.

Dia mengatakan terbaca kecurigaan warga di medsos, bahwa isu radikalisme, komunisme, pancasila, antikorupsi, keyakinan, suku, agama, pentingnya oposisi, sumber daya alam dan lain-lain digunakan untuk memperkuat militansi para pendukung agar terus loyal hingga hari H pencoblosan.

"Sehingga ada ungkapan, jika ujungnya hanya bagi-bagi kekuasaan, kenapa harus perang-perangan saat pilpres," katanya.

Hariqo mengatakan sebelumnya tidak terbayangkan Jokowi dan Prabowo akan berkoalisi. Selama ini keduanya dianggap seperti minyak dan air. Namun juga ada harapan bahwa pemerintahan akan semakin kuat, karena dua kekuatan dan pengaruh besar berkoalisi dan memang sebelum pilpres pernah juga diwacanakan apa salahnya Jokowi dan Prabowo bersatu.

Akan tetapi, kata dia, juga ada kekhawatiran munculnya matahari kembar serta potensi otoriter karena oposisi di parlemen hanya sedikit.

Sementara itu, dia mengatakan dari banyak isu, penolakan terhadap revisi UU KPK dan bahaya oligarki telah mempersatukan pendukung Jokowi dan Prabowo.

Editor: redaktur

Komentar