DIDADAMEDIA - Pelatih kepala tim nasional Italia Roberto Mancini merasa terhormat atas keberhasilannya menyamai rekor pelatih legendaris Vittorio Pozzo berupa sembilan kemenangan beruntun, tapi secara pribadi mengaku bukan rekor itu yang ingin ia buru melainkan catatan emas lainnya.
"Bisa menyamai rekor Pozzo yang ini tentu sebuah kehormatan, tapi kalau boleh memilih saya ingin menyamai rekornya dua kali membawa Italia juara dunia," kata Mancini dilansir Reuters, Rabu (16/10).
Mancini memang baru saja mengantarkan Italia melumat Liechtenstein 5-0 dalam lanjutan Kualifikasi Piala Eropa 2020 Grup J melawat ke Stadion Rheinpark, Vaduz, pada Selasa (15/10) waktu setempat.
Hasil itu merupakan kemenangan kesembilan beruntun Italia yang praktis menyamai torehan Pozzo bersama Gli Azzurri pada 10 windu silam.
Pozzo merupakan pelatih Italia selama 1929-1948 yang punya sederet kesuksesan termasuk menjuarai Piala Dunia 1934 dan 1938 serta medali emas Olimpiade 1936 di Jerman.
Mancini mungkin butuh waktu setidaknya tujuh tahun untuk bisa mewujudkan mimpinya menyamai rekor Pozzo dua kali menjuarai Piala Dunia bersama Italia, mengingat pesta bola paling meriah sejagat itu baru digelar pada 2022 dan 2026.
Namun, apa yang diperlihatkannya dalam rangkaian Kualifikasi Piala Eropa 2022 jika terus bisa dipertahankan hingga tujuh tahun ke depan bukan tak mungkin Mancini bisa meraih ambisinya.
Terlebih, Italia hanya kalah dari Belgia dalam urusan memastikan diri lolos ke putaran final Piala Eropa 2020, itu pun cuma lantaran pebedaan hari pertandingan.
Jika ditilik dari laga yang sudah dijalani, baik Italia maupun Belgia sama-sama hanya butuh tujuh pertandingan --dengan hasil sapu bersih kemenangan-- untuk mencetak tiket putaran final.
Era baru
Mancini ditunjuk sebagai pelatih kepala Italia sejak 14 Mei 2018 menggantikan Gian Piero Ventura yang diberhentikan karena rentetan kegagalan, termasuk membuat Gli Azzutri absen dari putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia.
Sejak itu, Mancini baru kalah dua kali dan memenangi 11 dari 17 pertandingan mendampini Italia.
Terakhir kali Italia kalah terjadi pada 10 Septembet 2018 kala melawat ke Portugal dalam rangkaian laga UEFA Nations League dengan skor tipis 0-1.
Lantas sekira dua bulan berselang, Italia terakhir kali gagal meraih kemenangan ketika hanya main imbang nirgol menjamu lawan yang sama di kompetisi yang sama juga.
Namun sejak itu Italia terus membukukan kemenangan yakni berupa satu laga persahabatan internasional menghadapi Amerika Serikat serta lawan-lawannya di Grup J Piala Eropa 2020.
Torehan itu jelas menimbulkan ekspektasi bahwa Mancini telah menghadirkan era baru bagi timnas Italia, yang bahkan ditangkap dengan jeli oleh sponsor apparel Gli Azzurri yang merilis jersey baru berwarna hijau berembel-embel istilah "seragam renaisans".
BACA JUGA :
Di bawah Mancini, Italia menerapkan skema 4-3-3 yang menempatkan duet Jorginho dan Marco Verratti sebagai pivot ganda pengatur serangan.
Mancini juga memberi kepercayaan kepada barisan pemain muda yakni Nicolo Barella (22 tahun), Gianluigi Donnarumma (20) dan Federico Chiesa (21) sebagai langganan starter, sedangkan nama belia lain seperti Nicolo Zaniolo (20), Sandro Tonelli (19) dan Moise Kean (19) juga dapat kesempatan.
"Anda bisa melihat Italia yang lebih meyakinkan, bergairah untuk mengikuti arahan pelatih dan mengikuti ide jelas yang kami pikirkan sejak awal," kata penyerang Andrea Belotti yang turut menyumbang dua gol ke gawang Liechtenstein.
"Anda bisa lihat kami melakukan hal-hal indah di lapangan, terlebih jika dibandingkan kekonyolan dua tahun lalu," ujarnya menambahkan.
Boleh jadi ada kalangan yang menganggap tantangan di Kualifikasi Piala Eropa 2020 Grup J tak terlampau berat, mengingat selain Liehtenstein, Italia hanya bertemu Finlandia, Yunani, Bosnia-Herzegovina dan Armenia.
Kendati demikian, Mancini setidaknya sudah mencontreng salah satu tugasnya yakni membuat Italia kembali jadi tim disegani di Eropa.