DIDADAMEDIA, Jakarta -- Torehan kinerja positif menjadi misi yang terus diusung setiap korporasi, tidak terkecuali industri strategis BUMN, seperti PT PLN (Persero). Berdasarkan pelaporan keuangan, pada Semester I 2019, PT PLN (Persero) berhasil meraih laba bernilai Rp 7,35 triliun.
"Angka itu melebihi pencapaian periode sama 2018, yang nominalnya Rp 5,35 triliun," tandas Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sarwono Sudarto, Rabu (25/9/2019).
Namun, pada sisi lain, sambung Sarwono, periode semester I 2019, pihaknya mencatat kenaikan biaya usaha. Kenaikannya, sebut dia, senilai Rp10,08 triliun atau 7,08 persen, yaitu menjadi Rp 152,51 triliun. Periode sama 2018, kata dia, biaya usaha senilai Rp 142,43 triliun.
Dia mengungkapkan, komponen terbesar biaya usaha yaitu bahan bakar. Persentasenya, tutur Sarwono, sebanyak 43 persen total biaya usaha. "Gas merupakan biaya bahan bakar terbesar meskipun output listriknya hanya berkontribusi 22 persen," ucapnya.
Hingga kini, beber Sarwono, pihaknya tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batu bara, yang berkontribusi listrik 61 persen total produksi listrik nasional.
Sedangkan listrik yang bersumber pada pembangkit BBM (fuel mix) selama semester I 2019 turun signifikan menjadi 4,3 persen. Selama 6 bulan pertama 2019 ini, lanjut dia, pihaknya menambah kapasitas pembangkit sebesar 872,44 Mega Watt (MW). Itu berarti, terangnya, secara total, kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia menjadi 58.519 MW.
"Kami menambah jaringan transmisi, yang semula sepanjang 2.847 kilometer sirkuit (kms) menjadi 56.453 kms. Lalu, kami pun menambah Gardu Induk, yang awalnya sebesar 6.557 Mega Volt Ampere (MVA), kini sebesar 137.721 MVA. Hal ini untuk mendukung peningkatan penjualan PLN," pungkasnya.