DIDADAMEDIA, Bandung -- Pada era pasar bebas, persaingan sulit terhindarkan. Masuknya berbagai komoditi impor, termasuk tekstil dan produk tekstil (TPT) sulit terbendung.
Tidak heran, sejak beberapa tahun terakhir, banyak produk tekstil impor yang memenuhi pasar nasional. Hal itu berakibat pada perkembangan industri TPT nasional.
Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menyatakan, periode 2018-2019, setidaknya, terdapat 9 perusahaan ataui industri TPT nasional tidak lagi beroperasi. Penyebabnya, maraknya produk kain impor pada pasar nasional.
Ketua Umum DPP API, Ade Sudrajat, mengemukakan, besarnya volume produk impor kain membuat industri TPT nasional negeri sulit bersaing. "Itu karena karena harga kain impor lebih murah. Jadi, tidak ada opsi lain kecuali menutup operasional industri," tandas Ade, Senin (9/9/2019).
Ade mengutarakan, saat ini, pihaknya mencatat,terdapat 9 perusahaan tutup. Padahal, kata dia, jumlah tenaga kerjanya hampir mencapai 2.000 orang.
Mayoritas, sambung Ade, industri TPT yang kolaps dan akhirnya tutup usahanya berada pada level menengah, seperti pemintalan, pertenunan, dan perajutan. "Tentu saja, ini tentunya berdampak luas. Antara lain, terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan lapangan kerja," kata Ade.
Ade meneruskan, saat ini, industri TPT nasional lebih berorientasi pada pasar domestik daripada ekspor. Produk industri yang berorientasi domestik ini, sahut dia, memiliki barang yang kualitasnya belum sesuai syarat ekspor. Jadi, kata dia, tidak pilihan lain, orientasinya pasar domestik.
Permasalahannya, imbuh dia, pasar domestik dipenuhi produk impor yang harganya lebih murah. Situasi itu membuat produk domestik sulit bersaing.
Editor: redaktur