Polda Jatim Minta Imigrasi Cabut Paspor Veronica Koman

polda-jatim-minta-imigrasi-cabut-paspor-veronica-koman Veronica Koman (kanan). (Net)

DIDADAMEDIA, Surabaya - Polda Jawa Timur meminta bantuan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencekal dan mencabut paspor tersangka kasus dugaan kabar bohong atau hoaks Asrama Mahasiswa Papua Surabaya hingga berujung kerusuhan di Papua, Veronica Koman yang saat ini berada di luar Indonesia.

"Kami sudah membuat surat untuk bantuan pencekalan dan pencabutan paspor tersangka atas nama Veronica Koman," ujar Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Polisi Luki Hermawan saat konferensi pers di Mapolda setempat, Sabtu (7/9/2019).

Ia menyatakan telah melayangkan surat pemanggilan kepada tersangka atas nama Veronica Koman ke dua alamat yang ada di Indonesia, yaitu di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.

Polda Jatim juga bekerjasama Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri guna mengonfirmasi keberadaan kuasa hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang diduga saat ini berada di salah satu negara tetangga Indonesia.

"Veronica sekarang tinggal dengan suaminya di negara itu. Suaminya merupakan warga negara asing yang juga penggiat LSM (lembaga swadaya masyarakat)," katanya.

Dari pengembangan penyelidikan, Polda Jatim berhasil melacak dua nomor rekening Veronica Koman baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri.

"Kami sudah bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi terkait dengan rekening tersebut, karena yang bersangkutan mendapat beasiswa dari negara kita dan sekolah mengambil S2 bidang hukum," katanya.

Selain itu, Polda Jatim juga menjalin kerja sama dengan Tim Siber Bareskrim Mabes Polri dan berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk sesegera mungkin memulangkan Veronica Koman.

"Karena tersangka ini (Veronica Koman) menjadi target utama di Jatim bisa mengungkap terkait kasus yang ada di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya," katanya.

Sebagai tersangka, polisi telah menjerat Veronica dengan pasal berlapis, yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras.

Editor: redaktur

Komentar