Wagub Jabar Imbau Netizen untuk Tabayyun demi Internet Sehat

wagub-jabar-imbau-netizen-untuk-tabayyun-demi-internet-sehat Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum Uu menghadiri seminar 'Internet Sehat dan Pencegahan Ujar. (Humas Pemprov Jabar)

DIDADAMEDIA, Bandung - Di era digitalisasi, semua orang mudah untuk menerima sekaligus menyebarkan informasi. Namun, apakah informasi yang kita terima itu selalu benar? Itulah pentingnya tabayyun alias mencari kejelasan hingga sahih.

Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, tabayyun penting dilakukan oleh penerima informasi sebagai filter atau penyaring dari setiap informasi yang beredar, terutama berita yang ada di media sosial (medsos).

Pun setelah tahu bahwa informasi itu benar, lanjut Uu, kita sebagai warganet alias netizen perlu berpikir apa manfaat dan mudarat informasi tersebut untuk disebarluaskan.

“Yang namanya berita bisa benar, bisa salah. Maka dalam agama kalau datang berita maka harus ada tabayyun alias check and recheck,” ucap Uu saat membuka seminar 'Internet Sehat dan Pencegahan Ujaran Kebencian' di Aula Barat Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (6/9/19).

“Jadi, saya imbau kepada warga kalau ada berita-berita yang benar atau tidak jangan langsung disebarluaskan. Tapi harus dipikirkan dulu, harus disaring dulu benar atau tidaknya, sehingga jangan sampai sudah tersesat tapi menyesatkan juga orang lain,” tambahnya.

Uu pun menyambut positif seminar 'Internet Sehat dan Pencegahan Ujaran Kebencian' yang dinilai penting di era teknologi komunikasi dan informasi untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya ujaran kebencian yang berawal dari medsos.

Uu mengatakan, ujaran kebencian merupakan salah satu bentuk negatif dari penggunaan internet. Dia pun mengimbau masyarakat memanfaatkan internet untuk kegiatan positif.

"Internet dipakai untuk mencari ilmu, lapangan kerja, peluang ekonomi, bahkan peluang jodoh pun bisa dimanfaatkan. Maka mari kita manfaatkan kehadiran internet di dunia maya ini untuk kemanfaatan, untuk kemaslahatan umat, bangsa, dan negara, jangan dijadikan kemudaratan,” ucap Uu.

Dalam seminar yang diikuti 100 orang pelajar dan mahasiswa dari Kota Bandung ini, turut hadir Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI Mualimin Abdi.

Menurut Abdi, Internet Sehat terwujud saat internet digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif, bukan untuk melakukan ujaran kebencian melalui fitnah atau berita bohong (hoaks).

“Kalau internet digunakan untuk hal-hal yang baik, maka Insyaallah di Republik Indonesia yang kita cintai tidak lagi tersebar informasi-informasi yang sifatnya hoaks, yang kemudian muncul akibat-akibat yang tidak kita inginkan,” ucap Abdi.

Lantas, bukankah kebebasan menyampaikan pendapat adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)? Ya. Tetapi, lanjut Abdi, implementasi HAM di dalamnya termasuk memperhatikan hak asasi orang lain.

"Misalnya ada berita hoaks jembatan putus. Maka hak asasi orang di sana terganggu. Karena, dia mestinya memperoleh pekerjaan, penghasilan, uang, dan pendidikan, (tapi) menjadi terganggu," kata Abdi.

Seminar 'Internet Sehat dan Pencegahan Ujaran Kebencian' ini merupakan komitmen pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM.

Maksud dan tujuan diselenggarakannya seminar ini yaitu, pertama, memberikan pemahaman mengenai penggunaan internet secara bijak, guna memaksimalkan dampak positif internet dan meminimalkan dampak negatif dari berinternet, sehingga tercipta masyarakat cerdas dan produktif.

Kedua, memberikan pemahaman kepada pelajar dan mahasiswa tentang pencegahan ujaran kebencian, sehingga mampu mengidentifikasi pesan-pesan bernuansa ujaran kebencian dan cara menanggulanginya.

Bertindak sebagai narasumber seminar ialah Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM RI Bambang Iriana Djajatmadja, Kepala Seksi Kerja Sama Bilateral Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM RI Rd. Gina Satyana, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Widati Wulandari.


Editor: redaktur

Komentar