Dampak Kemarau, Produksi Beras Diprediksi Turun 2 Juta Ton

dampak-kemarau-produksi-beras-diprediksi-turun-2-juta-ton Ilustrasi. (Net)

DIDADAMEDIA, Bandung - Musim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih panjang dibandingkan 2018. Pertanian menjadi sektor paling terancam akibat berkurangnya sumber air.

Meski tidak bisa disamakan kondisi yang terjadi di seluruh Indonesia, Kepala Bidang (Kabid) Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas BMKG, Hary Tirto Djatmiko mengatakan, ketersediaan air tanah akan mengalami defisit di sejumlah wilayah.

"Pertanian yang tidak ada hujan. Sektor sumber daya air yang impact-nya pada ketersediaan air, dan lingkungan yang berpotensi Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan)," ujar Hary Kamis (29/8/2019).

Sementara itu Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Dwi Andreas mengungkapkan, luas panen diprediksi menurun di atas 500.000 hektare dibandingkan 2018. Angka tersebut adalah nilai paling minimum, artinya tidak menutup kemungkinan penurunan luas panen bertambah banyak.

Andreas memprediksi penurunan produksi beras secara nasional mencapai 2 juta ton, namun bisa saja lebih dari itu. Penyebabnya karena mundurnya musim tanam, baik musim tanam pertama di musim hujan, maupun musim tanam kedua di musim gadu (padi yang ditanam pada musim kemarau).

Oleh karena itu, ia menegaskan agar pemerintah tidak terbuai dengan  data yang menyebutkan adanya potensi surplus sekitar 4 juta ton hingga September 2019.

"Hitungan itu tidak memperhitungkan bahwa masa paceklik itu sampai Februari atau Maret tahun depan. Kebutuhan kita sebulan itu sekitar 2,5 juta ton. Artinya untuk dua bulan saja tidak cukup. Bagaimana untuk bulan-bulan berikutnya," ucapnya.

Lebih lanjut ia memastikan mulai bulan Oktober sampai Februari neraca akan defisit. Sehingga surplus beras bukan lah sesuatu yang harus dihambur-hamburkan.

Di sisi lain, indikasi turunnya jumlah produksi beras saat ini sudah terlihat. Yakni dari harga gabah kering panen (GKP) yang sudah hampir mencapai Rp6.000.

"Lalu harga berasnya berapa? Ini tanda-tanda mulai terjadi kekurangan. Harga tidak bisa ditipu, kalau data sih terserah teman-teman Kementan (Kementerian Pertanian)," tuturnya.

Berkaca dari pengalaman tahun 2018 lalu, Andreas melihat bahwa pemerintah terkesan tidak melakukan analisis dan hitungan yang tepat. Kementan sempat berkukuh bahwa terdapat surplus 17,6 juta ton beras yang ujung-ujungnya harus impor karena terjadi potensi kekurangan stok di bulan Oktober hingga Februari.

Editor: redaktur

Komentar