DIDADAMEDIA, Bali - Indonesia ingin membangun sebuah ikatan yang kuat dengan Afrika dalam berbagai bidang sebagai upaya merealisasikan semangat solidaritas yang digagas dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1955.
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia telah menjadikan Afrika sebagai salah satu prioritas dalam politik luar negerinya.
Dengan visi itu, menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Indonesia ingin menerjemahkan solidaritas politik menjadi kerja sama yang nyata, salah satunya di bidang ekonomi, untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Afrika.
“Kami tidak ingin terjebak pada romantisme sejarah 1955, kami menginginkan ikatan yang kuat antara Indonesia dan Afrika,” kata Menlu Retno pada diskusi panel dalam rangkaian acara Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Untuk itu, Indonesia berupaya meningkatkan kerja sama dengan Afrika, salah satunya dengan menyelenggarakan Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2018. Forum tersebut menghasilkan kesepakatan bisnis senilai 586 juta dolar AS (sekitar Rp8,3 triliun).
Selain itu, kata Menlu Retno, pendekatan Indonesia ke Afrika juga meningkat signifikan. Pada 2017, Indonesia membawa 17 misi politik dan ekonomi ke Afrika, sementara pada 2018 tercatat 35 misi Indonesia mengunjungi Afrika.
Kunjungan delegasi Indonesia ke Afrika yang meningkat dalam dua tahun terakhir itu menunjukkan keseriusan Indonesia untuk melihat berbagai potensi kerja sama dengan Afrika.
Dengan populasi 1,2 miliar jiwa, Afrika adalah pasar yang sangat potensial bagi Indonesia. “Karena itu, kami ingin menjadi bagian dari pembangunan Afrika, begitu pula sebaliknya,” tutur Menlu Retno.
Kerja sama yang telah dilakukan Indonesia antara lain menyangkut negosiasi perjanjian perdagangan preferensial (PTA) dengan sejumlah negara Afrika, seperti Mozambik dan Tunisia.
Jika berhasil disepakati, perjanjian tersebut akan memperlancar arus keluar-masuk produk barang dan jasa Indonesia, yang selama ini dikenai tarif lebih tinggi untuk masuk ke Afrika.
Selain itu, beberapa BUMN Indonesia, di antaranya PT Wijaya Karya (WIKA), telah merintis kerja sama infrastruktur melalui penandatanganan kontrak proyek renovasi Istana Presiden Niger senilai 26,7 juta dolar AS (sekitar Rp380 miliar).