DIDADAMEDIA, Garut - Sekolah Dasar Negeri 1 Samarang, Kabupaten Garut menolak penerbit buku Erlangga berjualan buku kepada siswanya karena pihak sekolah telah menyediakan buku penunjang kegiatan belajar mereka sesuai dengan peraturan.
"Kami kedatangan penerbit yang menawarkan buku, sudah kami tolak itu, tapi mereka berkomunikasi dengan orang tua," kata Kepala SDN Samarang 1 Asep Supriatna di Garut, Kamis (1/8/2019).
Ia mengatakan hal itu menyusul keluhan orang tua siswa tentang praktik penjualan buku dengan harga paket Rp630 ribu dari penerbit yang direkomendasikan oleh wali kelas siswanya masing-masing.
Asep membantah keluhan tentang hal tersebut. Pihaknya tidak mengarahkan atau menjual buku pelajaran kepada siswa karena sekolah telah menyediakan.
"Saya sudah jelas, tidak mengizinkan guru atau sekolah untuk membeli buku Erlangga, di samping itu harganya mahal, di sekolah sudah saya sediakan buku tema," katanya.
BACA JUGA :
Ia menyampaikan SDN Samarang 1 sudah berkali-kali menginstruksikan kepada guru agar tidak melaksanakan praktik jual beli buku, termasuk beberapa kali menolak penerbit agar tidak menjual buku ke siswa.
Pihak sekolah, lanjut dia, sebelumnya sempat kaget adanya laporan kepada Dinas Pendidikan Garut tentang masih adanya praktik jual beli buku kepada siswa. Hasil penelusurannya, ternyata penerbit menjual langsung ke siswa.
"Saya rapatkan orang tua siswa sekitar 70 orang, mereka tidak diharuskan membeli buku karena sudah disediakan sekolah, buat apa beli buku kalau tidak dipakai," katanya.
Ia menegaskan praktik jual buku sudah lama dilarang karena akan memunculkan masalah bagi sekolah, dan akan banyak orang tua yang keberatan.
Pemerintah, lanjut dia, telah mengalokasikan dana pendidikan, salah satunya untuk pengadaan buku bagi para siswa agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif.
"Pada prinsipnya saya melarang membeli buku itu, sebab akan menjadi masalah untuk sekolah, pemerintah juga melarang penjualan buku di sekolah," katanya.
Sesuai instruksi Dinas Pendidikan Garut, katanya, buku yang sudah terjual kepada siswa itu akan ditarik kembali, karena tidak sesuai dengan peraturan.
SDN Samarang 1, kata dia, sudah meminta kepada pihak penerbit untuk menarik kembali buku yang telah dijual kepada siswa, namun hingga saat ini belum ada jawaban dari penerbit.
"Sudah menelepon penerbit agar menarik buku, tapi beberapa kali saya telepon tidak diangkat, hingga saat ini belum ada penjelasan," kata Asep.
Pada kesempatan terpisah, perwakilan Penerbit Erlangga wilayah Kabupaten Garut, Oman, menyatakan pihak sekolah memang sudah menolak penerbit untuk menjual buku ke siswa.
Namun, katanya, penerbit memiliki cara lain dalam praktik penjualan, yaitu dengan menjual langsung kepada siswa atau orang tua siswa dengan harga buku sesuai katalog. "Kita tak konsultasi ke sekolah, langsung menjual," katanya.
Ia menegaskan tidak ada kerja sama dengan pihak sekolah, baik kepala sekolah maupun guru, sedangkan penjualan itu langsung dilakukan penerbit kepada siswa atau orang tua siswa.
Terkait adanya lembaran kertas catatan buku yang harus dibeli siswa dan ditandatangani oleh guru, Oman mengaku tidak tahu. "Saya belum lihat itu, biasanya kami langsung ke 'user'," katanya.
Ia mengungkapkan Penerbit Erlangga selama ini tidak hanya menjual buku ke SDN Samarang 1, akan tetapi ke beberapa SD yang masuk kategori unggulan atau berada di wilayah perkotaan yang dianggap para orang tua siswanya secara ekonomi berkemampuan lebih.
Jika Dinas Pendidikan Garut meminta untuk menarik kembali buku yang sudah dijual, Oman sebagai perwakilan Penerbit Erlangga di Garut siap mengikuti perintah peraturan itu. "Ya siap, kalau misalkan penjualan ke sekolah, tapi kan kami hanya di 'outlet'," katanya.
Sebelumnya, sejumlah orang tua siswa di beberapa SD mengeluhkan adanya penjualan buku yang disarankan oleh guru dengan harga jual cukup tinggi, hampir Rp1 juta.