DIDADAMEDIA - Pelatih kepala tim nasional Senegal, Aliou Cisse menyebut inkonsistensi jadi masalah utama yang mendera timnya sehingga kembali gagal menjuarai Piala Afrika 2019.
Senegal tertinggal cepat akibat gol cepat Aljazair yang dicetak Baghdad Bounedjah saat partai final baru memasuki menit kedua dan sejak itu tak mampu bangkit hingga laga usai di Stadion Internasional Kairo, Mesir, Sabtu (20/7/2019) dini hari WIB.
"Secara keseluruhan kami tak begitu mengecewakan, menciptakan peluang namun gagal mencetak gol. Sedangkan mereka memanfaatkan peluang ketika dibutuhkan," kata Cisse selepas pertandingan dilansir AFP.
BACA JUGA :
"Ketika Anda kemasukan secepat itu, strateginya menjadi jelas yaitu melancarkan serangan beruntun, namun menghadapi pertahanan Aljazair yang agresif nyatanya kami tidak menukan solusi," ujarnya menambahkan.
Absennya bek andalan Senegal, Kalidou Koulibaly, sedikit banyak berperan atas kekalahan tersebut lantaran Salif Sane yang mengisi posisinya "bertanggung jawab" atas gol Bounedjah yang lebih dulu memantul mengenai lututnya sebelum melambung masuk ke gawang kiper Alfred Gomis.
Sementara itu, bintang utama Senegal Sadio Mane kesulitan menembus tebalnya pertahanan Aljazair yang digalang rapat-rapat sejak gol keunggulan diperoleh. Namun, Cisse menilai bukan kedua hal itu yang tak dimiliki Senegal dalam partai final kali ini, melainkan konsistensi tampil di partai-partai besar.
"Apa kekurangan kami? Konsistensi. Terakhir kali kami mencapai pertandingan sepenting ini pada 2002. Kami miskin pengalaman partai besar, dan sebetulnya ingin lebih sering tampil. Dengan demikian kami akan semakin dekat dengan kemenangan," kata Cisse.
"Tim ini telah menempuh kemajuan besar dalam lima tahun terakhir. Sebuah partai final ditentukan dengan selisih yang baik dan kami sebetulnya pantas mendapatkan lebih dari ini," ujarnya menambahkan.
Kekalahan dari Aljazair membuat Cisse dua kali merasakan berada di partai final Piala Afrika tanpa berakhir mengangkat trofi yang diperebutkan.
Pada 2002 Cisse mengemban ban kapten Senegal, namun mereka kalah di partai final lewat adu penalti dari Kamerun dan ia menjadi algojo terakhir yang gagal menyarangkan bola ke dalam gawang. "Sudah 17 tahun lamanya Senegal merasakan panggung sebesar ini. Kami hanya mengalami kegagalan dan kekecewaan," katanya.
Ia juga menolak mengomentari pekerjaannya sebagai pelatih kepala Senegal sejak 2015 tanpa prestasi mentereng. "Saya tidak penting, Yang penting adalah apa yang saya lakukan terhadap para pemain dan federasi memberi kepercayaan saya tetap mengemban tugas," pungkasnya.