DIDADAMEDIA, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusulkan agar Mohammad Tabrani yang merupakan penggagas Bahasa Indonesia menjadi nama jalan di Ibu Kota Negara, Jakarta.
"Selain gelar pahlawan nasional, kami juga mengusulkan agar nama Mohammad Tabrani jadi nama jalan di Jakarta. Kami sudah sampaikan pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan," kata Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Prof Dadang Sunendar, saat ziarah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Dia meminta agar nama tersebut bukan untuk nama jalan yang kecil, melainkan jalan yang besar mengingat jasanya yang juga besar bagi persatuan Indonesia.
BACA JUGA :
Sebelunya, Kemendikbud mengubah nama salah satu nama gedungnya yang sebelumnya bernama Samudra menjadi Mohammad Tabrani. "Kalau bisa di dekat Museum Sumpah Pemuda mengingat perannya dalam Kongres Pemuda," ujarnya.
Untuk usulan pahlawan nasional, kata Dadang, akan segera disampaikan ke Kementerian Sosial. Pihaknya saat ini sedang melengkapi bukti-bukti dari ahli waris karena untuk pengusulan nama pahlawan harus berdasarkan bukti yang akurat.
Sebelumnya, Kemendikbud melakukan penelusuran peran dari Mohammad Tabrani hingga ke kampung asalnya di Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
Mohammad Tabrani lahir di Pamekasan pada 10 Oktober 1904. Ia merupakan Ketua Kongres Pemuda I yang berlangsung di Solo pada 1926. Ia juga seorang wartawan yang mulai bekerja pada harian Hindia Baru.
Dalam kolom "Kepentingan" yang ia asuh di lembaga pers itu, pada tanggal 10 Januari 1926, dimuatlah tulisan dengan judul 'Kasihan'. Tulisan itu muncul sebagai gagasan awal untuk menggunakan nama Bahasa Indonesia.
Ketika itu, Tabrani menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan bangsa. Konsep kebangsaan yang muncul dari gagasan M Tabrani tersebut merujuk pada kondisi nyata keberagaman manusia yang masih bersifat kedaerahan/kesukuan dan masih mengutamakan kepentingan suku atau pun daerahnya masing-masing sebagaimana terbentuknya organisasi-organisasi pemuda pada masa itu.
Dalam Kongres Pemuda I tersebut, Tabrani berbeda pendapat dengan Mohammad Yamin yang ingin menggunakan Bahasa Melayu. Menurut Tabrani pada saat itu, jika sudah mempunyai Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia maka bahasa yang dipakai seharusnya juga Bahasa Indonesia.