DIDADAMEDIA, Bandung - Pemprov Jabar sedang mengkaji rekayasa cuaca sebagai upaya untuk mencegah dan mengatasi masalah kekeringan yang melanda sejumlah wilayah.
Beberapa wilayah di Jabar saat ini mengalami kekeringan, bahkan sejumlah waduk atau bendungan di Jabar debitnya mulai berkurang. Padahal jika mengacu pada perkiraan BMKG saat ini belum memasuki puncak kemarau. BMKG memprediksi puncak musim kemarau 2019 di Indonesia terjadi pada September.
BACA JUGA :
Rekayasa cuaca seperti menciptakan hujan buatan dinilai bisa menjadi solusi. Namun seperti dikatakan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, tetap diperlukan kajian terkait efektivitas dan anggaran.
"Kita carikan solusi termasuk yang pernah dilakukan adalah rekayasa cuaca. Tentunya harus dilihat efektivitas karena harganya juga tidak murah tapi bukan tidak mungkin itu jadi solusi untuk daerah-daerah yang kondisi ekstrem," ucap Emil sapaannya, Sabtu (6/7/2019).
Langkah sementara untuk mengatasi kekeringan, jelas Emil, pihaknya telah berkordinasi dengan penyedia layanan air bersih yakni PDAM untuk menyuplai air murah dengan sistem jemput bola ke tititk-titik warga.
Terkait kebutuhan air irigasi bagi pertanian, saat ini memang terjadi penurunan debit air. Hal itu dikarenakan hanya 53% irigasi yang beroperasional. Sementara 47% irigasi yang yang ada di Jabar lainnya mengalami kerusakan dengan kategori ringan, sedang dan berat.
Akibat kondisi ini, berdampak pada areal lahan pertanian yang menjadi kering karena saluran air tersendat. Dinas PSDA juga tengah berupaya dengan mengatur aliran air dari beberapa waduk seperti Jatigede dan Jatiluhur selama beberapa bulan ke depan.