DIDADAMEDIA, Bandung - Inovasi dan kolaborasi adalah kunci akselerasi pembangunan desa di Jawa Barat. Dua hal tersebut tidak hanya menggerus ketimpangan sosial masyarakat pedesaan dan perkotaan dengan waktu cepat, tetapi juga mewujudkan visi misi Jabar Juara Lahir Batin.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi, mengatakan bahwa atensi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (Pemdaprov) yang tertera dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Menurut Dedi Supandi, Indeks Desa Membangun (IDM) menjadi salah satu indikator yang diperhatikan. Hal itu dikarenakan tujuan akhir dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa adalah terwujudnya Desa Mandiri yang berkelanjutan.
“Indikator tujuannya meningkatkan Desa Mandiri demi mewujudkan Jabar Juara Lahir Batin dengan inovasi dan kolaborasi. Terus tugas DPM-Desa adalah melaksanakan sebagian urusan di bidang pemberdayaan desa,” katanya via sambungan telepon, Rabu (3/7/2019).
BACA JUGA :
Dedi Supandi memaparkan tiga poin yang mesti dipenuhi untuk merealisasikan salah satu RPJMD Jawa Barat tersebut. Pertama adalah meningkatkan jumlah Desa Mandiri dari 37 menjadi 63 pada 2019. Kemudian, memaksimalkan 23 persen perangkat desa yang memiliki riwayat pendidikan tidak sesuai dengan tanggung jawab.
“Yang ketiga itu angka digitalisasi Kota dengan Desa sangat timpang. Jawa Barat ini menempati urutan 11 dari 33 Provinsi terkait ketimpangan angka digitalisasi Kota dan Desa. Lalu, angka kemiskinan pun timpang,” katanya.
Guna menggerus ketimpangan antara pedesaan dan perkotaan, Pemdaprov Jawa Barat melahirkan inovasi bernama Desa Juara. Menurut Dedi Supandi, ada tiga pilar Desa Juara, yakni digitalisasi layanan desa, One Village One Company (OVOC), dan Gerakan Membangun Desar.
“Dari situ turun yang namanya beberapa program yang disampaikan Pak Gubernur (Ridwan Kamil) dalam rangka meningkatkan keberpihakan kepada desa. Seperti Desa Digital, Sapa Warga, Sekoper Cinta, Satu BUMD mengelola 20 desa, Jalan Mulus Desa, dan lain sebagainya,” ucapnya.
Lewati Target
Deretan program tersebut, perlahan dan pasti, ratusan indikator yang tertera dalam PermendesaPDTT Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (IDM) dapat terpenuhi. Dengan begitu, Dedi Supandi pun optimistis target 63 Desa Mandiri pada 2019 bisa tercapai.
Berdasarkan survei DPM-Desa, ada 77 desa yang masuk Desa Mandiri. Hal tersebut tidak lepas dari inovasi dan kolaborasi yang menjadi spirit Pemdaprov Jawa Barat dalam meningkatkan keberpihakan kepada masyarakat desa.
“Dalam Peraturan Menteri, indikatornya di situ macam-macam ada disebutkan tentang dimensi pelayanan, dimensi kesehatan, dimensi keberdayaan masyarakat, akses pendidikan dasar, memiliki solidaritas sosial, memiliki toleransi, akses ke lokasi air bersih, akses minum yang layak, akses sanitasi, perdagangan, keterbukaan wilayah terhadap lingkungan ekonomi, kualitas lingkungan, semua itu dinilai,” katanya.
“Ada rentang yang harus dipenuhi, seperti akses ke SD. Saat akses ke SD, misalnya, lima kilometer suruh jalan kaki, dengan adanya Jantung (Jembatan Gantung) Desa jadi hanya ratusan meter. Itu berubah. Itu bisa menjadi indikator capaian Desa Mandiri,” lanjutnya.
Karena mampu melebihi target yang telah ditetapkan, Dedi Supandi optimistis Desa Mandiri di Jawa Barat akan bertambah signifikan setiap tahunnya dengan deretan program Desa Juara. Dia pun berharap ketimpangan antara pedesaan dan perkotaan terus terkikis. Sehingga, pernyataan tinggal di desa, rezeki kota, yang kerap didentumkan Ridwan Kamil dapat terwujud dengan cepat.
“Dengan beberapa program, kalau sekarang jadi 77, berarti kan kenaikan itu hampir 100 persen dari 37 Desa Mandiri. Artinya, program pro desa dengan kolaborasi dan inovasinya mampu mengejar ketertinggalan dan cocok untuk diterapkan,” katanya.
“Kita harap ke depan bahwa desa menjadi pusat keuangan, pusat dari pada government, dari posisi di situ tidak lagi berduyun-duyun datang ke kota besar,” tutupnya.