DIDADAMEDIA, Yogyakarta - Sebanyak 100.000 jiwa yang tersebar di 14 kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami krisis air bersih akibat anomali cuaca yang sangat parah.
"Hampir 18 kecamatan di Gunung Kidul berpotensi terjadi krisis air bersih, namun sampai saat ini, kecamatan yang paling parah baru 14 kecamatan karena permintaan air bersih dari masyarakat cukup masif," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul Edy Basuki di Gunung Kidul, Selasa (2/7/2019).
BACA JUGA :
Ia mengatakan di 14 kecamatan tersebut, jumlah warga terdampak kekeringan ada 105.234 jiwa. Adapun rinciannya, yakni Kecamatan Girisubo 21.592 jiwa, Paliyan 16.978 jiwa, Purwosari 4.032 jiwa, Rongkop 9.902 jiwa, Tepus 12.441 jiwa, Ngawen 3.032, Ponjong 2.411 jiwa, Semin 1192 jiwa, Patuk 2962 jiwa, Semanu 1.968 jiwa, Panggang 8.986 jiwa, Gedangsari 3.448 jiwa, Tanjungsari 11.186 jiwa, dan Nglipar 5.100 jiwa.
Menurut dia, potensi bertambahnya desa maupun jiwa yang terdampak kekeringan masih sangat mungkin seiring datangnya puncak musim kemarau.
"Kondisi kekeringan yang menyebabkan warga kekurangan air bersih di Kecamatan Girisubo, Paliyan, Tepus dan Tanjungsari. Meski dekat dengan pantai, tapi kekeringan cukup parah," jelasnya.
Edy mengatakan dari 14 kecamatan yang kesulitan air bersih, hanya yang diberikan bantuan air bersih. Yakni Purwosari, Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan dan Panggang.
"Tidak semua wilayah terdampak kekeringan bantuan air bersih didropping dari BPBD. Dropping air bersih dilakukan dari kecamatan, bila anggaran mereka habis mungkin mengajukan ke kami. Selain itu banyaknya bantuan dari pihak ketiga mengurangi dropping air dari pemerintah," katanya.
Sementara itu, Camat Tanjungsari Rakhmadian Wijayanto mengatakan dari lima desa yang ada di Kecamatan Tanjungsaei sudah mengalami kekeringan. Hal ini dikarenakan letak geografisnua tinggi.
"Kami yang melakukan distribusi air bersih dengan mengambil air dari PDAM yang ada di Tanjungsari," tuntasnya.