DIDADAMEDIA, Jakarta - Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, denda pembatalan pemesanan perjalanan yang saat ini tengah diujicobakan oleh layanan transportasi berbasis digital, Grab, merugikan pengguna.
"Grab tidak bisa serta merta memberlakukan denda, konsumen akan dirugikan. Kalau misal kena denda lihat dulu biasa siapa yang nakal," kata Azas, Sabtu (29/6/2019).
Tidak hanya pengguna yang dirasa merugikan pengemudi dengan membatalkan pemesanan, Azas melihat pengemudi juga seringkali melakukan tindakan yang merugikan pengguna dengan membatalkan pesanan.
BACA JUGA :
"Grab harusnya punya sistem tegas untuk menindak mitra yang nakal," ujarnya.
Denda pembatalan tersebut, menurut Azas, tidak akan berdampak signifikan pada beralihnya pengguna ke transportasi umum. Namun, dia mengatakan denda tersebut akan membuat pengguna Grab berpindah ke layanan transportasi berbasis digital lainnya.
Hal tersebut juga dikhawatirkan oleh salah seorang pengemudi Grab, Andika Prasetia. Menurut dia, aturan Grab sebaiknya tidak memberatkan pengguna.
"Memang menguntungkan driver, tapi kasihan juga customer. Seharusnya saling menguntungkan, biar sama-sama enak," kata Andika.
Salah seorang pengguna Grab, Intan Rakhmayanti Dewi, mengaku keberatan dengan denda pembatalan tersebut, sebab tidak semua pengguna memiliki niatan buruk kepada pengemudi.
"Pengguna membatalkan orderan itu pasti ada alasannya, bukan mau ngerjain driver ya. Misalnya, ada faktor driver yang enggak bisa dihubungi, nunggu lama. Sudah ditunggu tiba-tiba di-done perjalanan sama dia, malah saldo kita yang kepotong," ujar Intan.
Grab saat ini sedang melakukan uji coba biaya pembatalan order di Palembang dan Lampung selama satu bulan, mulai 17 Juni, dengan biaya bervariasi, yakni sebesar Rp1.000 untuk GrabBike dan Rp 3.000 untuk GrabCar.
Grab mengatakan program ini dilakukan demi melindungi mitra pengemudi setelah menilai adanya masalah yang dihadapi pengemudi. Grab menyebutkan 100% dari biaya pembatalan akan diberikan kepada mitra pengemudi.