DIDADAMEDIA, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak eksepsi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin terkait dengan perbaikan permohonan dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang diserahkan pada 10 Juni 2019.
"Terhadap keberatan atau eksepsi termohon atau pihak terkait, sepanjang berkaitan dengan naskah menurut pemohon adalah perbaikan permohonan, harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Saldi membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang pembacaan putusan perkara sengketa hasil Pemilu Presiden 2019.
BACA JUGA :
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat bahwa pihak terkait, yaitu pasangan Jokowi-Ma'ruf, dan pihak termohon yaitu KPU telah menanggapi dalil-dalil serta petitum pemohon dari permohonan tertanggal 10 Juni 2019.
"Hal ini terlepas secara substansial bahwa termohon, pihak terkait, dan Bawaslu menyatakan menolak permohonan pemohon," ujar Saldi Isra.
Dengan demikian sesungguhnya hak termohon, pihak terkait, serta Bawaslu adalah seimbang, karena Mahkamah telah memberikan haknya seimbang dengan hak yang dimiliki oleh pemohon.
Berdasarkan uraian di atas, Mahkamah menyatakan sikap bahwa di satu sisi tidak ada keinginan untuk tidak melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan dan Peraturan MK, namun di sisi lain Mahkamah juga harus memperhatikan rasa keadilan para pihak terutama karena pesoalan teknis yang terjadi.
"Hal ini menyebabkan Mahkamah tidak bisa melakukan peraturan perundang-undangan, karena adanya momentum yang dapat terkendala akibat adanya perundang-undangan secara normal," ungkapnya Saldi.
Sebelumnya, pihak Prabowo-Sandi menyerahkan berkas permohonan pada tanggal 24 Mei 2019, namun kemudian pada tanggal 10 Juni kembali menyerahkan berkas yang dinilai sebagai perbaikan permohonan.
Namun, pihak terkait dan termohon menilai permohonan bertanggal 10 Juni 2019 menyalahi aturan PMK 4/2018 yang menyebutkan Mahkamah tidak memberikan kesempatan perbaikan permohonan dalam perkara sengketa hasil pemilu presiden.
Selain itu, permohonan tanggal 10 Juni 2019, dinilai sudah keluar dari substansi awal, karena petitum dan posita yang berbeda dari permohonan awal, sehingga pihak terkait dan termohon menyatakan menolak permohonan yang diajukan pada tanggal 10 Juni 2019.
Larangan tersebut juga berkaca dari pengalaman sebelumnya ketika kericuhan pecah di depan gedung Bawaslu RI, 21-22 Mei.