DIDADAMEDIA, Bandung - Koordinator Komunitas Peduli Pendidikan Jawa Barat, H.M.S Iriyanto menilai kisruh PPDB 2019 tingkat SMA/SMK Negeri di Jawa Barat karena ketidaksiapan orang tua menghadapi kenyataan anaknya jika tidak lolos di sekolah tujuan.
"Dampak dari penemuan ini cukup bagus, sebenarnya PPDB kekacauan itu bukan dilaksanakan oleh sekolah yang dituju, tetapi oleh ketidaksiapan orangtua menghadapi kenyataan," ujar Iriyanto saat dihubungi, Sabtu (22/6/2019).
BACA JUGA :
Meski PPDB 2019 merupakan tahun ketiga yang menerapkan sistem zonasi, namun masih banyak penyimpangan terjadi dalam proses pendaftaran. Satu diantaranya menurut dia adalah penyimpangan tempat tinggal dan jarak domisili yang menyasar sekolah-sekolah favorit.
Apabila orang tua tidak jujur untuk mendaftarkan anaknya, maka akan berdampak buruk terhadap kesolehan dan kecerdasan sosial anak. Sebab edukasi terpenting dalam dunia pendidikan adalah kejujuran.
"Pendidikan ini seumur hidup nantinya itu, dianya mempunyai kesolehan sosial, kecerdasaan sosial, bukan nilai tapi perlu jujur, nah kalau orang tua tidak mengajari jujur sampai dengan hari ini, dampaknya yang akan datang," ucapnya.
Selain itu, Iriyanto menyebutkan sistem zonasi dalam PPDB tahun ini gagal lagi. Sebab sistem zonasi tidak akan pernah berhasil apabila ada dua syarat yang tak terpenuhi, yaitu mutu sekolah belum sama dan pemerataan sekolah belum terjadi.
"Bohong pemerintah mengatakan sudah sama sekolah pinggiran daerah dan tengah kota, itu enggak sama. Pemerintah kalau mau pakai sistem zonasi, buat sekolah yang bagus dipinggiran, di desa, nanti orang dengan sendirinya sekolah dekat rumahnya," tegasnya.
Akar permasalahan karut marut PPDB 2019 dituturkannya karena Permendikbud No 51/2018. Dia meminta Permendikbud itu dicabut dan memberikan kewenangan bagi daerah masing-masing guna mengatur sistem PPDB.
"Akar permasalahannya di Permendikbud 51 tahun 2018 harus dicabut, diberikan kewenagan kepada daerah masing-masing.Penerimaan siswa baru terdiri dari sistem zonasi, sistem prestasi dan mutasi, jangan diatur 90 persen, nggak usah itu, biar pemerintah daerah," pungkasnya.
Editor: redaktur