Ombudsman Jabar Terima Laporan Jual Beli Kursi dan KK dalam PPDB 2019

ombudsman-jabar-terima-laporan-jual-beli-kursi-dan-kk-dalam-ppdb-2019 Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat. (Rizky Perdana/PINDAINEWS)

DIDADAMEDIA, Bandung - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat menerima laporan jual beli  kursi hingga jual Kartu Keluarga (KK) terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA/SMK Negeri di Jawa Barat.

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto, menuturkan pihaknya belum bisa mengungkap lebih jauh soal indikasi kecurangan PPDB tersebut. Pasalnya Ombudsman masih mengumpulkan bukti-bukti dari pelapor.

Laporan tersebut diakuinya sudah diterima dari seorang warga sejak satu dan dua pekan lalu. Hal yang membuat tercengang adalah pelapor mengakui harga jual beli KK mencapai Rp 11 juta.

"Kami satu dua minggu lalu sebenarnya sudah menerima laporan, adanya warga melaporkan pada kami bahwa praktek jual beli KK sudah terjadi. Dan harganya waktu disampaikan ke kami sekitar 11 juta. Memang mahal," ujar Haneda saat ditemui di kantornya, Bandung, Selasa (18/6/2019).

Haneda juga menuturkan, upaya untuk mengungkap pelaku jual beli kursi cukup sulit karena dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Namun bukan berarti praktek curang tidak bisa dihentikan, masih ada beberapa langkah seperti perbaikan sistem menyeluruh.

Selain itu dia meminta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) provinsi turun tangan serta jangan sampai kecolongan akibat praktek curang di PPDB. Dia juga mengimbau Disdukcapil untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap penerbitan Kartu Keluarga.

"Sekarang kembali ke KK harus ada 6 bulan sampai satu tahun untuk bisa menerbitkan KK. Jika Disdukcapil tidak mengeluarkan itu, selesai. Yang jadi masalah kalau permohonan itu diamini (diterbitkan) maka terjadilah praktek itu," imbuhnya.

Ombudsman Jabar telah menerima 24 laporan terkait PPDB baik tingkat SD, SMP dan SMA. Dari laporan tersebut pihaknya fokus terhadap beberapa hal seperti penentuan titik koordinat dan sistem antrean.

Haneda meminta kepada Dinas Pendidikan untuk segera menyelesaikan persoalan-persolan tersebut. Menurutnya jika kelemahan-kelemahan pada PPDB ini tidak segera dievaluasi dan dibenahi maka dapat dikategorikan perampasan hak.

"Kami meminta agar negara jangan merampas hak konsistutsi warga negaranya sendiri karena kelalaian negara untuk memfasilitasi itu. Kedua kalau sistem ini masih diterapkan, kelemahan-kelemahan seharusnya dicapai lebih sempurna, harus dipastikan itu," pungkasnya.

Editor: redaktur

Komentar