DIDADAMEDIA, Bandung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat menagih janji Gubernur/Wagub Jabar, Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum untuk mengeluarkan Keputusan Gubernur tentang moratorium izin usaha pertambangan di kawasan hutan, resapan air, karst dan pesisir laut utara dan selatan Jabar.
Janji tersebut merupakan komitmen dari Wagub Jabar, Uu Ruzhanul Ulum yang saat itu masih menjadi kandidat Pilgub Jabar 2018 dan telah menandatangani janji politik lingkungan hidup poin keenam, yaitu melakukan moratorium perizinan tambang di kawasan resapan air, gunung, kawasan hutan, pesisir dan karst, mengaudit perizinan tambang dan praktik pertambangan yang sedang berlangsung dan revisi Perda No 2/2017 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Jawa Barat.
Uu yang kini sudah menjabat Wakil Gubernur Jabar telah menandatangi komitmennya dalam acara Dialog Publik Lingkungan Hidup Bersama Kandidat Gubernur/Wakil Gubernur Jabar di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, pada 3 Mei 2018.
Akan tetapi, sejak terpilih dan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat pada bulan September 2018 hingga sekarang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil belum mengeluarkan keputusan Gubernur untuk melakukan moratorium perizinan tambang.
BACA JUGA :
Direktur Walhi Jabar, Dadan Ramdan menyebut praktik pertambangan banyak mengakibatkan korban jiwa, bahkan dalam 5 tahun terakhir tercatat mencapai 121 orang meninggal, mereka adalah para penambang, buruh tambang dan warga setempat.
"Praktik pertambangan di Jawa Barat dilakukan di hulu-hulu Sub DAS yang telah memberikan dampak pada hancurnya lingkungan, hilangnya hutan dan sumber-sumber air, tercemarnya sumber air dan bencana lingkungan bahkan hilangnya nyawa manusia," ujar Dadan dalam siaran pers yang diterima DIDADAMEDIA, Selasa (28/5/2019).
Selain itu, Dadan mengungkapkan, wilayah Jabar Selatan sekitar 400.000 ha sudah dikavling untuk pertambangan logam, non logam, mineral, panas bumi dan radioaktif. Dia menegaskan pertambangan di Jawa Barat bagian selatan ini akan menghancurkan ekosistem hutan, gunung, karst dan pesisir pantai selain tanah tanah masyarakat/petani yang akan terampas. Kita akan terus kehilangan hutan yang hilang akibat ditambang.
"Bahkan kawasan karst yang masih tersisa sekitar 58.000 hekatare di Jawa Barat dan keberadaan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu dan Geopark Pangandaran terancam hancur karena ditambang," ucapnya.
Sementara itu, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan, Perum Perhutani menjadi pihak yang telah membiarkan alih fungsi kawasan hutan menjadi areal tambang. Perum Perhutani dianggap gagal menjaga dan mengelola kawasan hutan.
Akibatnya, kawasan hutan di Jawa Barat juga semakin menyusut akibat pertambangan yang dilakukan oleh Perum Perhutani yang bekerjasama dengan perusahaan swasta melalui skema Kerjasama Operasional (KSO) seperti yang terjadi di 14 Kabupaten di Jawa Barat. Pihaknya memperkirakan KSO pertambangan di kawasan hutan mencapai 144 KSO dengan luasan tambang mencapai 24.000 Ha, semnetara yang memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) hanya 98 buah.
"Walhi Jawa Barat juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera menindaklanjuti pengaduan-pengaduan warga atas praktik pertambangan yang melanggar hukum, termasuk pertambangan ilegal yang terjadi di Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang, Kota Tasikmalaya, Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, Majalengka, Garut dan Tasikmalaya," paparnya.
Selama kurun waktu 15 tahun terakhir, praktik bisnis tambang di Jawa Barat semakin masif baik di kawasan hutan maupun non kawasan hutan. Walhi Jawa Barat mencatat luas total areal pertambangan eksisting sudah mencapai 295.181,95.Ha atau 8 % dari total wilayah daratan Jawa Barat. Sedangkan luas areal peruntukan pertambangan secara keseluruhan mencapai 27 % dari total wilayah daratan Jawa Barat atau mencapai 995.000 ha merujuk pada dokumen RTRW di 22 kabupaten/kota di Jawa Barat dan Surat Keputusan ESDM No.3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah pertambangan Jawa Bali.
Keluarnya Surat Keputusan Kementerian ESDM No 3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah tambang Jawa Bali yang menggantikan SK 1204 K/30/MEM/2014 merupakan keputusan politik yang akan memberikan dampak semakin rusaknya ekosistem pulau Jawa dan Bali dan semakin meningkatnya bencana lingkungan hidup di pulau Jawa ke depan. Surat Keputusan ini menjadi ancaman serius bagi rakyat dan ekosistem hutan, karst dan pesisir laut ke depan.
Demi keberlanjutan dan kemajuan lingkungan hidup, percepatan pemulihan kerusakan lingkungan hidup di Jawa Barat maka Walhi Jawa Barat menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Keputusan Gubernur tentang moratorium Izin Usaha Pertambangan di kawasan hutan, resapan air, karst dan pesisir laut utara dan selatan Jawa Barat menindaklanjuti komitmen politik yang ditandatanganinya
2. Mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan audit praktek pertambangan dan menjalankan penegakan hukum terhadap praktik pertambangan yang melanggar aturan
3. Mendesak Perum Perhutani menghentikan Kerjasama Operasional pertambangan di kawasan hutan Jawa Barat
4. Mendesak Kementerian ESDM untuk mencabut SK No 3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah tambang Jawa Bali
5. Meminta KPK segera menjalankan dan mendorong penegakan hukum atas 291 Izin Usaha Pertambangan yang non clear and clean
6. Menyerukan kepada masyarakat dan komunitas di Jawa Barat untuk melawan praktek pertambangan yang melanggar hukum dan mempertahankan ruang hidup rakyat dari praktik pertambangan