DIDADAMEDIA, Jakarta - Pemerintah berupaya mengurangi dampak hoaks dan ujaran kebencian yang disebarluaskan melalui platform media sosial dan percakapan instan.
Upaya itu ditujukan untuk meminimalisasi dan menghindarkan konflik sebagai akibat tindakan kekerasan yang dipicu oleh informasi hoaks.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengambil tiga langkah untuk menjaga media sosial dan dunia maya Indonesia agar tetap damai.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, hoaks yang tidak dikendalikan akan berpotensi memicu aksi massa dan kekerasan yang berdampak pada jatuhnya korban.
BACA JUGA :
"Satu hoaks saja sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa, seperti salah satunya yang menimpa Mohammad Azam di India pada tahun 2018. Padahal, ada banyak hoaks sejenis itu lalu-lalang di Indonesia setiap hari, apalagi sekitar 22 Mei lalu," ujar Menteri Rudiantara dalam keterangan resmi, Senin.
Rudiantara menyebut ada tiga langkah yang diambil pemerintah berdasarkan tingkat kegentingan peredaran konten hoaks. Langkah itu lazim dan kerap diambil oleh Pemerintah di negara lain untuk mencegah meluasnya kerusuhan.
Langkah pertama adalah menutup akses tautan konten atau akun yang terindikasi menyebarkan hoaks. Kedua, bekerja sama dengan penyedia platform digital untuk menutup akun. Dan ketiga, pembatasan akses terhadap sebagian fitur platform digital atau berbagi file.
"Pembatasan akses merupakan salah satu dari alternatif-alternatif terakhir yang ditempuh seiring dengan tingkat kegentingan. Pemerintah negara-negara lain di dunia telah membuktikan efektivitasnya untuk mencegah meluasnya kerusuhan," jelas Rudiantara.
Ia menjelaskan bagaimana Srilanka menutup akses ke Facebook dan WhatsApp untuk meredam dampak serangan bom gereja dan serangan anti-muslim yang mengikutinya.
Sementara, Iran pernah menutup akses Facebook pada 2009 setelah pengumuman kemenangan Presiden Ahmadinejad. "Banyak negara lain melakukan pembatasan dan penutupan dengan berbagai pertimbangan," tandas Rudiantara.