DIDADAMEDIA, Jakarta - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo telah meminta Komisi II DPR untuk menggelar Rapat Gabungan (Ragab) dengan KPU, Bawaslu, Kementerian Kesehatan, dan Kepolisian untuk mencari penyebab banyaknya penyelenggara pemilu yang tewas saat melaksanakan tugas.
"Pimpinan DPR telah meminta Komisi II DPR melakukan rapat gabungan dengan KPU, Bawaslu, Kementerian Kesehatan, dan Kepolisian untuk mencari solusi dan penyebab banyaknya korban meninggal dari petugas KPPS," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Pernyataan itu dikatakannya seusai menerima Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Pemilu 2019, di Ruang Kerja Ketua DPR RI, Kompleks Parlemen.
Bambang mengatakan dalam pertemuan tertutup tersebut, Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Pemilu 2019 mendesak DPR memperjelas sebab musabab banyaknya korban meninggal dari petugas KPPS.
BACA JUGA :
Menurut dia, KPU, Pemerintah dan DPR sudah mengantisipasi agar kejadian di Pemilu 2014 tidak terjadi karena saat itu ada 144 orang meninggal. Pada Pemilu 2019, jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal meningkat lebih dari tiga kali lipat dan banyak yang menilai jika pelaksanaan Pemilu 2019 menjadi tragedi dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
"Karena itu keputusan kami adalah membatasi jumlah pemilih di tiap TPS tidak boleh lebih dari 300 orang, dulu bisa sampai 500 orang. Dulu tidak serumit sekarang namun ada yang meninggal sebanyak 144 orang," ujarnya.
Dia menyerahkan kepada Komisi II DPR untuk menentukan jadwal Ragab tersebut namun dirinya menyarankan setelah pengumuman hasil Pemilu 2019 tanggal 22 Mei.
Dewan Pengarah Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Pemilu 2019, Din Syamsuddin mengatakan aliansi tersebut merupakan gerakan masyarakat lintas agama, suku, profesi dan merupakan gerakan moral untuk kemanusiaan dan tidak ada kaitan dengan kepentingan politik.
Menurut dia, kematian penyelenggara pemilu sebanyak 600 orang dan 4.000 orang lebih sakit, merupakan kejadian luar biasa dan bisa disebut sebagai tragedi kemanusiaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Justru kalau ada pembiaran dan tidak sungguh-sungguh memberikan jawaban misalnya mengatakan ini takdir ilahi, tumbal demokrasi, ini berbahaya bagi bangsa Indonesia," ujarnya.
Menurut dia tidak ada hasil pengungkapan yang tuntas dan dirinya melihat adanya pembiaran seperti itu berbahaya bagi bangsa Indonesia. Karena itu dia mendesak ada klarifikasi apa penyebab kematian yang beruntun dan masif tersebut, kalau tidak maka akan menjadi preseden buruk ke depannya.